Sabtu, April 24, 2010

kelaki-lakian seniman

Konon milan kundera yang mensastrakan penulisan sejarah itu sangat mengispirasi banyak orang untuk ikut menyelamatkan masa lalu dalam semak belukar bernama estetika. Salah seorang yang terinspirasi itu tak lain seniman sastra dan teater marhalim zaini. Lewat naskah mata sunyi ia mencoba menghidupakan sang tokoh dalam keseharian diantara ella dan suaminya yang buta. Tak ada kehangatan yang didapatkan ella , kecuali sebendunga air mata beserta kisah yang menukil pendapat-pendapat milan kundera. Hidup yang menderita dalam rumah yang tiris tidak membuat ella kehilanngan cinta, pun mengingat suami yang tak pernah menyentuhnya. Bayaran atas sepapasang mata suami yang buta lantaran membelanya . bagaimanapun lelaki telah hidup daalm diri ella sebagai dua semangat yang menggantikan harapan akan materi dan kemapaman duniawi meski terias keinginan ella untuk menikmati kehangatan dari tubuh yang lain, tapi murhalim sepertinya tidak tega mengeksekusi hipotesa pembaca menuju stereo tipe romantika yang tragis serua kisah sebuah tangis dalam sinetron2 kini.

Membaca ella membuat lelaki , setidaknya penulis berkaca kembali atas kesejatian diri dan menyoal kelelakian, ke senimanan yang kerap menggerogot tak kala perjuangan kesenian itu berbenturan pada suara2 liar yang bersipongang dan menantang diri yang binatang.

Bagaimana milan, sang suami, atau bahkan tubuh yang lain itu berkalahi dalam diri ella tak satu rupa dengan para seniman yang menggigit lidah menunggu monumen untuk bicara, lalu mencaci maki karya seniman yang lain. Saat menyaksikan langsung sebuah karaya, bahkan sebelum karya itu benar2 ada.

Ini kesenian, ranah yang penuh kemiskinan dan pelajaran atas ketidak cukupan . ketika nilai materil tidak menjamin dalam bentuk apa-apa, dunia alternatif timbul dalam bentuk lain seni. Tak ubahnya rumah2 petani miskin , rumah seni juga harusnya hangat dengan kesahajaan dan rasa sepenaggungan . apalagi bagian dari kita pernah mengaku laki2 . atau rasa menghargai tidak di alamatkan pada citra kelakilakian itu. Mengapa tidak sekalian menaggung malu sebagai binatang.

0 komentar:

Posting Komentar